Rabu, 08 Februari 2012

Aku dan Kopi


Syahdan, Sheik Abd al-Qadir pernah berujar, “tak ada seorang pun yang akan memahami kebenaran sampai dia meneguk buih kebaikan kopi.” Hampir senada dengan ujaran tersebut, Sir James Mackintosh, seorang ahli hukum, sejawaran, dan politisi asal Skotlandia, meyakini bahwa “kekuatan pikiran manusia secara langsung diproporsikan dengan kuantitas kopi yang diminumnya.” Bagi para pecinta dan peminum kopi, kopi adalah teman yang paling baik untuk berbagi.

Akan tetapi, di balik seteguk “kebenaran” dari buih kopi itu, sesungguhnya kopi memiliki sejarah dan begitu banyak cerita yang sungguh luar biasa.

Sampai hari ini, kopi boleh dipandang sebagai salah satu komoditas penting dalam perdagangan dunia. Menyimak dari perjalanan sejarahnya, terutama di era kolonialisme, kopi selalu mengundang proteksionisme, penindasan, dan kehancuran. Warisannya masih tetap terjaga sampai hari ini. Ada begitu banyak kalangan yang meyakini, sistem perdagangan kopi pada saat ini merupakan “simpul yang rumit yang terjalin dari ekonomi, politik, dan kekuasaan, sebuah arena yang ditapaki oleh para raksasa; oleh beberapa perusahaan transnasional terbesar di dunia, oleh negara/pemerintahan yang memiliki kekuasaan besar, dan oleh perdagangan kartel yang sangat luas.”

Jika memang begitu yang berlaku, lalu bagaimana dengan “si aku”, sang penikmat kopi yang senantiasa berharap kopi bisa tersaji di saat ingin berbagi? Haruskah “si aku” memikirkan sampai pada konteks perdagangan kopi yang rumit itu?

Barangkali, memang tak perlu. Hanya saja, untuk sekadar informasi, dari secangkir kopi yang Anda beli di sebuah gerai ternama, ada yang pernah menghitung, hanya 1% dari harga yang harus Anda bayar itu yang diterima petani kopi; dan hanya 6% yang akan diterima petani jika Anda membeli sebungkus kopi yang terjaja di supermarket. Nah, kemana selebihnya?

Black Gold (2006), film dokumenter garapan Marc and Nick Francis, bercerita tentang bagaimana perdagangan kopi internasional dan konsekuensi yang harus diterima oleh para petani kopi. Boleh jadi, barangkali, setelah menonton film ini, “si aku” akan menemukan pengalaman baru, debar lain, dari buih kopi yang direguknya itu.

Moh. Safari Firdaus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar