Rabu, 08 Februari 2012

ATAS NAMA CINTA


Atas nama cinta, aku menjemputmu, singgahi altar-altar yang tak berbatas waktu ~ @papameong

Di era Socrates hidup, ia pernah mengemukakan bahwa tujuan tertinggi dari cinta adalah menjadi seorang filsuf. Namun masihkah relevan di era sekarang yang serba post (sebagai reaksi perlawanan pada yang telah mapan)? Mungkin masih, atau naif, bahkan munafik.

Atas nama cinta, segala utuh. Kehidupan akan lebih punya makna atasnya, tinggal bagaimana mengenalinya. Bagi manusia, memahami sifat-sifat sebagai manusia merupakan langkah awal menafsirkan asal-usul cinta, setelahnya bersama waktu ia hadir. Schopenhauer menyebutnya sebagai kekuatan yang sangat kuat namun tak terlihat, deras tersemayan di dalam jiwa, dan secara dramatis akan membentuk, merawat, hingga meniadakan dunia.

Cinta mampu melawan gravitasi bumi, bahkan mampu membuat kokoh bukit dan gunung menari. Namun demikian, segala yang beratas namakan cinta, juga mampu tercipta rasa takut di tengah-tengah laut ketakutan sekalipun. Hal inilah yang membuat Alcestis, salah satu putri dalam mitologi Yunani kono, mau dan mampu mempercepat kematiannya atas nama cinta, kekasihnya.

Atas nama cinta saja, selebihnya mungkin hanya akal-akalan akal manusia, drama. Cinta seperti apa yang kau punya dan hendak kau tawarkan? Hingga seberapa kuat dan tulus kau mengatas namaikannya?

Dicky Kurniawan
(15 Februari 2012)

1 komentar:

  1. “sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tidak kelihatan adalah kekal” Korintus 4:18

    BalasHapus