Sabtu, 12 Mei 2012

KEPEMILIKAN ATAU KEBERSAMAAN?

Agenda Diskusi 4 Juli 2012

    Kita sehari-hari tak pernas lepas dari topik ini sebenarnya. Mulai dari secangkir kopi dan teh dipagi hari. Siapa yang membuatnya, untuk siapa, milik siapa, atau bisakah kita cukup berbagi secangkir saja dan menikmati hari bersama?
    Terkadang kita ingin menikmati secangkir itu sendiri, tanpa harus berbagi. Adakalanya lebih menyenangkan bila kita berbagi.
    Ya, tentu saja bagi saya pribadi itu tergantung mood, situasi dan kondisi yang ada, serta dengan siapa. Terlebih bila orang itu meminta dengan cara yang baik dan berterima kasih dengan senyuman, berbagi itu menyenangkan.
    Saya pikir tak berbeda halnya dengan masalah yang lebih besar daripada secangkir kopi. Hal-hal seperti hak kekayaan intelektual, hak cipta, hak paten dan lain sebagainya.
    Siapa yang membuat? Siapa yang dapat mempergunakan? Siapa yang berhak membuat? Siapa yang berhak menerima keuntungan?
    Ada beberapa kasus yang saya ingat sempat hangat diperbincangkan. Salah satunya mengenai sengketa panjang antara negara kita dengan negara tetangga Malaysia. Saat tari pendet yang merupakan tarian yang berasal dari tanah Bali, muncul dalam iklan pariwisata Malaysia. Hal lain, saat dihancurkannya situs-situs berbagi-pakai file atas dasar perundang-undangan anti pembajakan yang baru-baru ini dikeluarkan Amerika.
    Pemikiran-pemikiran muncul dalam benak saya. Di satu sisi bila dilihat dari hal yang terjadi antara Indonesia-Malaysia, kita (Indonesia) merasa telah dirugikan. Telah dilanggar haknya karena keberasalan tari Pendet yang adalah hasil budaya bangsa ini telah dipergunakan dengan tanpa permisi untuk kepentingan dan keuntungan bangsa lain (Malaysia).
    Di sisi lain hal yang terjadi dengan pengesahan undang-undang SOPA dan PIPA yang dilakukan Amerika, telah membuat hampir sebagian besar warga dunia dirugikan (saya maksudnya). Situs-situs berbagi-pakai yang telah menjadikan saya merasa setidaknya sedikit lebih pintar berkat buku-buku gratis yang selama ini mudah didapat, kehilangan sumber kepintaran saya yang hanya sedikit itu.
    Tetapi tentu saja itu dibenarkan. Bagaimana tidak, hak cipta adalah hal yang harus dihormati dan undang-undang harus dipatuhi. Sebab ketika buku-buku yang seharusnya dibeli dan keuntungan diberikan pada mereka yang telah susah payah bekerja membuatnya, orang-orang yang tidak ikut bekerja membagikan dengan gratis sesuka hati mereka. Tentu saja itu melanggar hak.
    Akan tetapi dilihat dari sisi lain, informasi yang selayaknya diperuntukkan bagi semua golongan telah diputus. Informasi, kemudian jadi hanya tersedia bagi mereka yang memiliki biaya, tentunya.
    Lalu dimana letak batas yang seharusnya dibuat? Apakah memang kita harus terus mempertahankan dan menjagai apa yang memang dirasa milik kita? Apakah kita harus selalu menentukan kapan saat yang tepat untuk merasa memiliki, meminta hak atas kepemilikan kita? Atau kita serahkan saja pada orang-orang yang memiliki kuasa untuk menentukannya bagi kita? Atau apakah kita bisa cukup hidup dengan keberbagian, kebersamaan saja?
Atau apa? Bagaimana? Mungkinkah?
Ah, mungkin ocehan saya tak perlu dihiraukan.


Permata Andhika Raharja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar